·
Mougy Jessie
·
Muhamad Riski Maulana
·
Muhammad Burhan Nurdin
·
Muhammad Naufal Sabarrudin
·
Niken Apriliana
Kelas : 1IA22
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh
Segala puji bagi
Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan rangkuman ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan rangkuman ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan
syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat
fisik maupun akal pikiran, sehingga Kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan rangkuman
sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Budaya Dasar dengan judul “Manusia Dan
Keindahan”.
Kami tentu
menyadari bahwa rangkuman ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk rangkuman ini, supaya rangkuman ini
nantinya dapat menjadi rangkuman yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila
terdapat banyak kesalahan pada rangkuman ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen kami yang
telah membimbing kami dalam menulis rangkuman ini.
Demikian, semoga rangkuman ini
dapat bermanfaat. Terima kasih.
Bekasi, 10 Juni 2019
Penyusun
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 5. MANUSIA DAN
KEINDAHAN
A. KEINDAHAN
a. APAKAH
KEINDAHAN ITU ?
b. NILAI
ESTETIK
c. KONTEMPLASI
DAN EKSTANSI
d. APA
SEBAB MANUSIA MENCIPTAKAN KEINDAHAN ?
e. KEINDAHAN
MENURUT PANDANGAN ROMANTIK
B. RENUNGAN
a) TEORI
PENGUNGKAPAN
b) TEORI
METAFISIK
c) TEORI
PSIKOLOGIS
C. KESERASIAN
a) TEORI
OBYEKTIF DAN TEORI SUBYEKTIF
Kata keindahan
berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek, dan
sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah ialah segala hasil seni,
pemandangan alam, manusia, rumah, tatanan, perabot rumah tangga, suara, warna,
dan sebaginya. Kawasan keindahan bagi manusia sangat luas, seluas
keanekaragaman manusia dan sesuai pula dengan perkembangan peradaban teknologi,
sosial, dan budaya. Karena itu keindahan dapat dikatakan, bahwa keindahan
merupakan bagian hidup manusia. Keindahan tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Dimanapun kapan pun dan siapa saja dapat menikmati keindahan.
Keindahan adalah
identik dengan kebenaran. Keduanya
mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya tarik yang selalu
bertambah. Yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Keindahan juga
bersifat universal, artinya tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu dan
tempat, selera mode, kedaerahan atau lokal.
Sebenarnya
sulit bagi kita untuk menyatakan apakah keindahan itu. Keindahan itu suatu konsep
abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu baru jelas
jika telah dihubungkan dengan sesuatu yang berwujud atau suatu karya. Dengan
kata lain keindahan itu baru dapat dinikmati jika dihubungkan dengan suatu
bentuk. Dengan bentuk itu keindahan dapat berkomunikasi. Jadi, sulit bagi kita
jika berbicara mengenai keindahan, tetapi jelas bagi kita jika berbicara
mengenai sesuatu yang indah.
Keindahan
dalam arti luas merupakan pengertian semula dari bangsa Yunani dulu yang
didalamnya tercakup pula kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang
indah dan hukum yang indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagi
sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang
indah dan kebajikan yang indah. Orang Yunani dulu berbicara pula mengenai buah
pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga
mengenal pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya 'symmetria”
untuk keindahan berdasarkan penglihatan dan harmonia untuk keindahan
berdasarkan pendengaran. Jadi pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi
keindahan seni, keindahan
alam, keindahan
moral, dan keindahan
intelektual.
Keindahan dalam arti
estetis murni menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya
dengan segala sesuatu yang dicerapnya. Sedang keindahan dalam arti terbatas lebih disempitkan
sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dicerapnya dengan penglihatan, yakni
berupa keindahan dari bentuk dan warna.
Dari pembagian dan
pembedaan terhadap keindahan diatas, masih belum jelas apakah sesungguhnya
keindahan itu. Ini memang merupakan suatu persoalan filsafati yang jawabannya
beraneka ragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada pada semua
benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki
itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah
kwalita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kwalita yang paling sering
disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan
(symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
Dari ciri itu dapat
diambil kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari berbagai keselarasan dan
kebaikan dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Ada pula yang
berpendapat, bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang
selaras dalam suatu benda dan di antara benda itu dengan si pengamat.
Filsuf dewasa ini
merumuskan keindahan sebagai kesatuan hubungan yang terdapat antara
pencerapan-pencerapan inderawi kita (beaty is unity of formal relations of our
sense perceptions).
Sebagian filsuf lain
menghubungan pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure), yang
merupakan sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran.
Filsuf abad pertengahan Thomas Aguinos (1225-1274) mengatakan, bahwa keindahan
adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.
Ternyata untuk
menjawab “apakah keindahan itu” banyak sekali jawabannya. Karena itu dalam
estetika modem orang lebih suka berbicara tentang seni dan dan pengalaman
estetik, karena ini bukan pengalaman abstrak melainkan gejala konkret yang
dapat ditelaah dengan pengamatan secara empirik dan penguraian yang sistematik.
Dalam
rangka teori umum tentang nilai The Liang gie menjelaskan bahwa pengertian
keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti hal nya nilai moral,
nilai ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan
segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Nilai adalah
semata-mata suatu realita psikologis yang harus dibedakan secara tegas dari
kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu
sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat pada sesuatu benda sampai
terbukti ketakbenarannya.
Tentang nilai itu ada
yang membedakan antara nilai subyektif dan nilai obyektif, atau ada yang
membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi penggolongan
yang penting adalah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik.
Nilai ekstrinsik
adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal
lainnya, yakni
nilai yang
bersifat sebagai alat atau membantu. Nilai
instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau sebagai suatu
tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri.
Keindahan dapat
dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan yang didasarkan pada
selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah
dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah
dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang
indah. Apabila kedua dasar ini dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia,
maka akan terjadi penilaian bahwa sesuatu itu indah. Sesuatu yang indah itu
memikat atau menarik perhatian orang yang melihat dan mendengar. Bentuk diluar diri
manusia itu berupa karya budaya yaitu karya seni lukis, seni suara, seni tari,
seni sastra, seni drama dan film, atau berupa ciptaan Tuhan misalnya
pemandangan alam, bunga warna-wami, dan lain-lain.
Apabila kontemplasi
dan ekstansi itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi itu faktor
pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi itu merupakan faktor
pendorong utuk merasakan, menikmati keindahan. Karena drajad kontemplasi dan ekstansi itu
berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan terhadap keindahan karya
seni juga berbeda-beda. Mungkin orang yang satu mengatakan karya seni itu
indah, tetapi arang lain mengatakan karya seni itu tidak/kurang indah, karena
selera seni berlainan.
Bagi seorang seniman
selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan seniman. Bagi orang
bukan seniman mungkin faktor ekstansi lebih menonjol. Jadi, ia lebih suka
menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata lain, ia
hanya mampu menikmati keindahan tetapi tidak mampu menciptakan keindahan.
Keindahan
itu pada dasarnya adalah alamiah. Alam ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa keindahan
itu ciptaan Tuhan. Alamiah artinya wajar, tidak berlebihan tidak pula kurang.
Kalau pelukis melukis wanita lebih cantik dari keadaan sebenarnya, justru tidak
indah. Bila ada
pemain drama yang berlebih-lebihan: misalnya marah dengan meluap-luap padahal masalahnya
kecil, atau karena kehilangan sesuatu yang tidak berharga kemudiah menangis
meraung-raung, itu berarti tidak indah.
Pengungkapan
keindahan dalam karya seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan
tertentu pula. Motivasi itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai
penderitaan hidup manusia, mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan
nilai-nilai dalam masyarakat, mengenai keagungan Tuhan, dan banyak lagi
lainnya. Tujuannya tentu saja dilihat dari segi nilai kehidupan manusia, martabat
manusia, kegunaan bagi manusia secara kodrati. Berikut ini akan dicoba
menguraikan alasan/motivasi dan tujuan seniman menciptakan keindahan.
(1)
Tata
nilai yang telah usang
Tata
nilai yang terjelma dalam adat istiadat ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan
keadaan, sehingga dirasakan sebagai hambatan yang merugikan dan mengorbankan
nilai-nilai kemanusiaan. Tata
nilai semacam ini dipandang sebagai mengurangi nilai moral kehidupan
masyarakat, sehingga dikatakan tidak indah. Yang tidak indah harus disingkirkan
dan digantikan dengan yang indah. Yang indah ialah tata nilai yang menghargai
dan mengangkat martabat manusia.
(2)
Kemerosotan
Zaman
Keadaan
yang merendahkan derajad dan nilai kemanusiaan ditandai dengan kemerosotan
moral. Kemerosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan
manusia yang bejad terutama dari segi kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini
dipenuhinya tanpa menghiraukan ketentuan-ketentuan hukum agama, dan moral
masyarakat. Yang demikian itu dikatakan tidak baik, yang tidak baik itu tidak
indah. Yang tidak indah itu harus disingkirkan melalui protes yang antara lain
diungkapkan dalam karya seni.
(3) penderitaan manusia
Banyak
faktor yang membuat manusia itu menderita. Tetapi yang paling menentukan ialah
faktor manusia itu sendiri. Manusialah yang membuat orang menderita sebagai
akibat nafsu ingin berkuasa, serakah, tidak berhati-hati dan sebagainya. Keadaan demikian ini tidak
mempunyai daya tarik dan tidak menyenangkan, karena nilai kemanusiaan telah
diabaikan, dan dikatakan tidak indah. Yang tidak indah itu harus dilenyapkan
karena tidak bermanfaat bagi kemanusiaan.
(4)
Keagungan
Tuhan
Keagungan
Tuhan dapat dibuktikan melalui keindahan alam dan keteraturan alam semesta
serta kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan
Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan ciptaan Tuhan itu.
Seindah-indah tiruan terhadap ciptaan Tuhan, tidak akan menyamai keindahan
ciptaan Tuhan itu sendiri.
Dalam
buku AN Essay on Man (1954), Ems Cassirer mengatakan bahwa arti keindahan tidak
bisa pemah selesai diperdebatkan. Meskipun demikian, kita dapat menggunakan
kata-kata penyair romantik John Keats (1795-1821) sebagai pegangan. Dalam
Endymion dia berkata :
A
thing of beuty is a joy forever
its
loveliness iscreases, it wil never pass into nothingness
Dia mengatakan, bahwa
sesuatu yang indah adalah keriangan selama-lamanya, kemolekannya bertambah, dan
tidak pernah berlalu ke ketiadaan. Dari sini kita mengetahui bahwa keindahan
hanyalah sebuah konsep yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk. Karena
itu dia tidak berbicara langsung mengenai keindahan, akan tetapi sesuatu yang
indah.
Menurut Keats, orang
yang mempunyai konsep keindahan hanya tertentu jumlahnya. Mereka mempunyai
negatif capability, yaitu kemampuan untuk selalu dalam keadaan ragu-ragu, tidak
menentu dan misterius tanpa mengganggu keseimbangan jiwa dan tindakannya hanya
pikiran dan hatinya yang selalu diliputi keresahan.
Selanjutnya Keats
membedakan antara orang biasa dan seniman, dan antara seniman biasa dan seniman
yang baik yang dapat mencipta sesuatu yang indah menurut dia. Pada sesuatu
kesempatan ia melihat lukisan “Death on the Pale Horse”, karya pelukis West,
misalnya, yaitu mengenai seseorang yang mati di atas kuda yang pucat, dia
langsung berpendapat bahwa West bukanlah seniman yang baik. Menurut Keats, West
tidak mempunyai cukup negative capability.
Pada hakekatnya
negative capability adalah suatu proses. Keraguan, ketidaktentuan dan misteri
adalah suatu proses. Proses inilah yang membuat seseorang menjadi kreatif.
Orang yang tidak mempunyai negative capability tidak akan kreatif, karena
segala sesuatu baginya sudah jelas, tidak menimbulkan keraguan dan tidak
merupakan misteri. Bagi Keats, proses kreativitas identik dengan perjuangan
untuk menciptakan keindahan, atau lebih tepatnya, menciptakan sesuatu yang
indah.
Renungan berasal dari
kata renung, artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan sesuatu
dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung untuk
menciptakan seni ada beberapa teori. Teori-teori itu ialah teori pengungkapan,
teori metafisik dan teori psikologi.
Dalil dari teori ini
ialah bahwa “Art is an expression of human feeling” (seni adalah suatu
pengungkapan dari perasaan manusia ). Teori ini terutama bertalian dengan apa
yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan suatu karya seni.
Tokoh teori ekspresi
yang paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce (1886-1952). Beliau menyatakan bahwa “art is
expression of impressions” (Seni adalah pengungkapan dari kesan-kesan)
Expression adalah sama dengan intuition. Dan intuisi adalah pengetahuan
intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentang hal-hal individual yang menghasilkan gambaran
angan-angan (images). Seorang tokoh lainnya dari teori pengungkapan adalah Leo
Tolstoi dia menegaskan bahwa kegiatan seni adalah memunculkan dalam diri
sendiri suatu perasaan yang seseorang telah mengalaminya dan setelah
memunculkan itu kemudian dengan perantaraan pelbagai gerak, garis, warna, suar
dan bentuk yang diungkapkan dalam kata-kata memindahkan perasaan itu sehingga
orang-orang mengalami perasaan yang sama.
Teori seni yang
bercorak metafisis merupakan salah satu teori yang tertua, yakni berasal dari
Plato yang karya-karya tulisannya untuk sebagian membahas estetik filsafati,
konsepsi keindahan dan teori seni. Mengenai sumber seni Plato mengemukakan
suatu teori peniruan (imitation theory). Ini sesuai dengan metafisika Plato
yang mendalilkan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi sebagai realita
Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi ini yang merupakan
cerminan semu dan mirip realita ilahi itu. Dan karya seni yang dibuat manusia
hanyalah merupakan tiruan
dari realita duniawi yang bersifat
jauh dari kebenaran atau dapat menyesatkan.
Menurut filsuf
Arthur Schopenhauer (1788-1860) seni adalah suatu bentuk dari pemahaman
terhadap realita. Dan realita yang sejati adalah suatu keinginan (will) yang
sementara. Dunia obyektif sebagai ide hanyalah wujud luar dari keinginan itu.
Selanjutnya ide-ide itu mempunyai perwujudan sebagai benda-benda khusus.
Pengetahuan sehari-hari adalah pengetahuan praktis yang berhubungan dengan
benda-benda itu. Tapi ada pengetahuan yang lebih tinggi kedudukannya, yakni
yang diperoleh bilamana pikiran diarahkan kepada ide-ide dan merenungkannya demi ide-ide itu sendiri.
Dengan melalui perenungan semacam ini lahirlah karya seni. Seniman besar adalah
seseorang yang mampu dengan perenungannya itu menembus segi-segi praktis dari
benda-benda disekelilingnya dan sampai pada maknanya yang dalam, yakni memahami
ide-ide dibaliknya.
Sebagian ahli estetik
dalam abad modem menelaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan
alam pikiran penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis.
Misalnya berdasarkan psikoanalisa dikemukakan teori bahwa proses penciptaan
seni adalah pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman.
Sedang karya seninya itu merupakan bentuk terselubung atau diperhalus yang
diwujudkan keluar dari keinginan-keinginan itu.
Suatu teori lain
tentang sumber seni ialah teori permainan yang dikembangkan oleh Freedrick
Schiller (1757-1805) dan Herbert Spencer (1820-1903). Menurut Schiller, asal
mula seni adalah dorongan batin untuk bermain-main yang ada dalam diri
seseorang. Seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan segenap kemampuan
mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi yang harus
dikeluarkan. Bagi Spencer, permainan itu berperanan untuk mencegah
kemampuan-kemampuan mental manusia menganggur dan kemudian menciut karena
disia-siakan. Seseorang yang semakin meningkat taraf kehidupannya tidak memakai
habis energinya untuk keperluan sehari-hari, kelebihan tenaga itu lalu
menciptakan kebutuhan dan kesempatan untuk melakukan rangkaian permainan yang
imaginatif dan kegiatan yang akhirnya menghasilkan karya seni. Teori permainan
tentang seni tidak sepenuhnya diterima oleh para ahli estetik. Keberatan pokok
yang dapat diajukan jalah bahwa permainan merupakan Suatu kreasi, padahal seni
adalah kegiatan yang serius dan pada dasarnya kreatif.
Sebuah teori lagi yang dapat dimasukkan
dalam teori psikologis ialah teori penandaan (signification Theory) yang
memandang seni sebagi suatu lambang atau tanda dari perasaan manusia. Simbol
atau tanda yang menyerupai atau mirip dengan benda yang dilambangkan disebut
iconic sign (tanda serupa).
Menurut teori penandaan itu karya seni adalah iconic signs dari proses
psikologis yang berlangsung dalam diri manusia, khususnya tanda-tanda dari
perasaannya.
Keserasian berasal
dari kata serasi dan dari kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan
sesuai benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan,
pertentangan, ukuran dan seimbang.
Filsuf Ingris Herbert
Read merumuskan definisi, bahwa keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan
bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauti is
unity of formal relations among our sence-perception). Pendapat lain menganggap
pengalaman estetik suatu keselarasan dinamik dari perenungan yang menyenangkan.
Dalam keselarasan itu seseorang memiliki perasaan-perasaan seimbang dan tenang,
mencapai cita rasa akan sesuatu yang terakhir dan rasa hidup sesaat di
tempat-tempat kesempurnaan yang dengan senang hati ingin diperpanjangnya.
The Liang Gie dalam
bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada dua
teori yakni teori obyektif dan teori subyektif.
Salah satu persoalan
pokok dari teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari keindahan. Apakah
keindahan merupakan sesuatu yang ada pada benda indah atau hanya terdapat dalam
alam pikiran orang yang mengamati benda tersebut. Dari persoalan-persoalan
tersebut lahirlah dua kelompok teori yang terkenal sebagai teori obyektif dan
teori subyektif.
Teori obyektif
berpendapat, bahwa keindahan atau ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah
sifat (kualita) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan,
terlepas dari orang yang mengamatinya. Pengamatan orang hanyalah mengungkapkan
sifat-sifat indah yang sudah ada pada sesuatu benda dan sama sekali tidak
berpengaruh untuk menghubungkan. Yang menjadi
masalah ialah ciri-ciri khusus manakah yang membuat sesuatu benda menjadi indah
atau dianggap bernilai estetik, salah satu jawaban yang telah diberikan selama
berabad-abad ialah perimbangan antara bagian-bagian dalam benda indah itu.
Pendapat lain menyatakan, bahwa nilai estetik itu tercipta dengan terpenuhinya
asas-asas tertentu mengenai bentuk pada sesuatu benda.
Teori subyektif,
menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak
ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda.
Adanya keindahan semata-mata tergantung pada pencerapan dari si pengamat itu.
Kalaupun dinyatakan bahwa sesuatu benda mempunyai nilai estetik, maka hal itu
diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh sesuatu pengalaman estetik
sebagai tanggapan terhadap benda indah itu.
Yang tergolong teori
subyektif ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan di antara suatu
benda dengan alam pikiran sescorang yang mengamatinya seperti misalnya yang
berupa menyukai atau menikmati benda itu.
Teori perimbangan
tentang keindahan dari bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam arti yang
lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang diungkapkan dengan angka-angka.
Keindahan dianggap sebagai kualita dari benda-benda yang disusun (yakni
mempunyai bagian-bagian). Hubungan dari bagian-bagian yang menciptakan
keindahan dapat dinyatakan sebagai perimbangan atau perbandingan angka-angka.
Bangsa Yunani
menemukan bahwa hubungan-hubungan matematik yang cermat sebagaimana terdapat
dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran proporsi ternyata dapat diwujudkan
dalam benda-benda bersusun yang indah. Menurut teori proporsi ini keindahan terdapat dalam
suatu benda yang bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu sama lain sebagai bilangan - bilangan
kecil.
Keindahan hanya ada
pada pikiran orang yang menerangkannya dan setiap pikiran melihat suatu
keindahan yang berbeda-benda. Para seniman romantik umumnya berpendapat bahwa
keindahan sesungguhnya tercipta dari tidak adanya keteraturan, yakni tersusun
dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Karena itu
tidak mungkin disusun teori umum tentang keindahan.
Adapun yang menjadi kesimpulan rangkuman ini adalah
sebagai berikut :
1.Keindahan berasal dari kata Indah,
Keindahan adalah sifat dari sesuatu yang memberi kita rasa senang bila
melihatnya, keadaan yang enak dipandang, cantik, bagus benar atau elok.
2.Merenung
artinya secara diam-diam memikirkan sesuatu hal kejadian dengan mendalam.
Renungan adalah pembicaraan diri kita sendiri atau pembicaraan dalam hati kita
tentang suatu hal.
3. Keserasian
berasal dari kata serasi; serasi dari kata dasar Rasi artinya cocok, sesuai,
atau kena benar . Kata cocok, sesuai atau kena benar mengandung unsur
pengertian per paduan, ukur an dan seimbang.

0 komentar: